Rabu, 24 Maret 2010

CINTAILAH ORANG TUAMU, KARENA MEREKA LEBIH MENCINTAIMU

Sore itu, hari Kamis seorang Bapak datang menemui anaknya.
“Bapak ke sini mau minta tolong”
“Minta tolong apa pak?” Tanya sang anak. Wajahnya menunjukkan kecurigaan. Jangan-jangan Bapaknya itu mau pinjam uang. Sudah berulang kali Bapaknya itu meminjam uang, tetapi akhirnya harus dibebaskan karena tidak pernah membayarnya.
“Bapak harus menyelesaikan pekerjaan. Kalau pekerjaan Bapak selesai, majikan akan menyelesaikan pembayarannya. Nggak besar Cuma Rp. 50.000” kata sang Bapak penuh dengan harap. “Besok Sabtu Bapak kembalikan. Kamu harus percaya” lanjut sang Bapak meyakinkan.
“Ah Bapak ini kalau mo pinjam suka manis. Tapi saat harus membayar, suka susah. Pasti ini akal-akalan saja. Aku tidak percaya. Lagian Aku sekarang ini sedang tidak punya uang juga.. Uang sih ada, tapi itu uang Dana Rutin yang harus aku serahkan ke kas RW hari minggu nanti. Mending iya Bapak bayar hari Sabtu, kalau tidak bayar, dari mana aku harus menggantinya?” pikir sang Anak.
“Maaf pak, bukan saya tidak mau membantu, tapi saya benar-benar tidak punya uang sekarang.” Akhirnya kata itu terucap dari bibir sang Anak.
“Apa kamu tidak bisa mengusahakannya? Mungkin kamu bisa minta pinjam dulu kepada siapa saja teman kamu. Bapak janji, pasti Bapak Bayar hari Sabtu.” Bapaknya mendesak.
“Maaf pak, tidak bisa. Sebaiknya Bapak berterus terang saja kepada majikan Bapak” Jawab sang anak dengan suara sedikit meninggi.
“Ya sudah kalau kamu memang tidak bisa membantu, Bapak pulang dulu” Si Bapak pergi dengan membawa kekecewaan. Mungkin dipikirannya tergambar dia akan kena marah majikannya karena tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
Sore itu, hari Jum’at sehari setelah kedatangan Bapaknya.
“Ayah, anak kita demam dan panasnya makin meninggi” kata istrinya
“Sudah mamah kasih obat penurun panas belum?”Tanya sang Suami.
“Sudah.. tapi nggak turun-turun”
“Mamah kompres aja, nanti juga turun panasnya.
“Ayah…lihat kenapa anak kita!” tiba-tiba si istri menjerit dan menangis.
Ternyata anaknya yang belum genap berusia dua tahun itu mengalami stuip. Panasnya meninggi, napasnya tersengal-sengal, matanya melotot dan giginya yang baru tumbuh beberapa menggeretak.
Sang Ayah berusaha mengkompres Badan si Anak. Dengan paniknya dia mengangkat dan menggendongnya. Ketakutan mencekam jiwanya. Terbayang peristiwa beberapa tahun yang silam ketika adiknya yang paling kecil terkena stuip dan meninggal di pangkuan ibunya. “Astaghfirulloh, Ya Allah jangan cabut nyawa anakku! “ batinnya menjerit.
“Kita bawa ke dokter yah!” kata istrinya.
Sang Ayah bingung. Dia tidak punya uang. Yang ada hanya uang Dana Rutin yang belum disetorkan ke RW.
“Saya pakai saja, toh nanti Pak RW bisa memaklumi” pikir sang Ayah. Dengan sigap diambilnya uang Dana Rutin dari kas RT dan segera berlari membawa anaknya ke klinik.
“Maaf pak, Bapak harus beli obatnya ke apotik di sini sudah habis” Kata dokter begitu selesai memeriksa anaknya yang masih terus kejang-kejang.
Tanpa pikir panjang sang Ayah naik angkot. Dua sampai tiga apotek telah ia datangi tapi obat yang diperlukan tidak tersedia. Akhirnya ia berhasil mendapatkan obatnya dari Apotek yang ada di sebuah rumah sakit. Harganya Rp. 50.000,- dan ia bayar dari uang Dana Rutin yang ia pinjam.
“Anak Bapak tidak apa-apa kok. Ia Cuma menggigil kedinginan terlalu banyak di kompres” kata dokter begitu ia tiba di klinik tempat anaknya diperiksa tadi. “Dia sudah pulang”
“Alhamdulillah, panasnya sudah menurun dan dia sedang tidur lelap” kata istrinya begitu ia sampai di rumah. Subhanalloh, sampai sekarang atau tepatnya lima tahun sejak peristiwa itu, Anak tersebut tidak pernah terserang stuip dan obat yang dibeli dari Dana Rutin itu masih tersimpan tidak terpakai.
“Mah, sebenarnya ini dosa Ayah. Kemarin Bapak mau pinjam uang karena ada keperluan yang sangat mendesak tidak Ayah penuhi, padahal ada uang Dana Rutin yang baru akan disetor beberapa hari lagi. Tapi demi anak, ayah tidak memikirkan apakah uang Dana Rutin itu bisa ayah ganti atau tidak, ayah nekad meminjamnya. Ini seolah peringatan dari Allah. Mengingatkan Ayah akan kasih sayang dan cinta Bapak kepada Ayah tidak jauh beda dengan kasih sayang Ayah kepada anak kita.” Bisiknya kepada istrinya sambil menatap anaknya yang tertidur pulas.

(Mengenang Bapakku yang telah tiada. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Maghfirah-Nya atas segala kebajikan yang telah dicurahkannya kepadaku)

Tidak ada komentar: